MERAJUT KESATUAN, MENJAGA KEINDONESIAAN
Enda Natakusumah
PILPRES dan PILEG 2019 telah menjadi konsumsi publik, bahkan sampai sekarang. Status
dan komentar menghiasi media
sosial. Argumen mereka sesuai dengan selera pilihan dan hati nurani,
karena beda pilihan merupakan suatu kewajaran. Menjaga toleransi menjadi suatu
keharusan, dengan mengedepankan etika dan estetika politik, kemajemukan menjadi
simbol persatuan.
Pemilihan menjadi bagian demokrasi kita, saling berlomba untuk menjadi terbaik
dipanggung pemilihan adalah angan-angan kandidat, namun penilaian akhir
berdasarkan suara rakyat yang menitipkan mandat dimasa menjabat sebagai wakil
rakyat. Pemilihan
umum tidak semata-mata untuk mencapai hasrat kekuasaan, ada definisi penting
tentang pemilu, yaitu memberi pemahaman kepada warga Negara tentang sarana
edukasi politik, merawat toleransi dan menjaga satu kesatuan antara sesama.
Sebagai warga negara di bawah naungan pancasila, mengamalkan lima sila pancasila
suatu keharusan. Indonesia lahir dari secercah perjuangan pahlawan, cerita perjuangan
masa lampau dan penderitaan diawali kecemasan kemerdekaan, sama-sama mengalami
proses perjuangan. Dibalik perbedaan pendapat golongan muda dan golongan tua, keinginan
memerdekakan tanah air menjadi visi, misi dan tujuan yang tak terelakan. Memerdekakan
Indonesia, berarti menyongsong generasi berkelanjutan yang gemilang. Perjuangan
masa lampau, yang menjadikan jiwa nasionalisme semakin hari semakin kuat.
Berbicara panjang tentang proses politik di tahun 2019,
secara seksama kita menyaksikan adu gagasan, saling lepar berita HOAX, dan
saling menghujat, ajang ini menjadi warna-warni perpolitikan Indonesia kala
itu. Dalam proses demokrasi, cara seperti itu menjadi hal lumrah. Tidak ada
demokrasi yang sempurna, walaupun di Negara hukum sekali pun. Untuk menunjukan
tahapan kesempurnaan, perlu dorongan dari semua pihak. Bukan dengan menghujat,
tetapi dengan memanjat “proses” secara bersama, gotong-royong menciptakan
keakraban dalam politik, agar negara demokrasi ini semakin kuat.
Belajar dari proses panjang perjuangan, sikap toleransi
antara sesama perlu dikedepankan. Karena kita terlahir dari rahim 1945, rahim
mendapatkan kemerdekaan, mengalami kesakitan dan penderitaan. Karena nenek
moyang mewariskan kemajemukan, kita sebagai warga negara yang baik perlu mengindahkan
amanat perjuangan itu. Menjaga Indonesia sama dengan mengamalkan pedoman hidup
bernegara yaitu pancasila. Sila ketiga yang berbunyi “Persatuan Indonesia”
menjadi amanat yang perlu dipikul bersama.
Merajut kesatuan dan persatuan, mengamalkan pancasila
bisa dilakukan diruang-ruang publik. Melalui Forum silaturahmi antara umat
beragama, tokoh, elit sebagai penguasa, diskusi dan seminar kebangsaan menjadi
tahapan logis untuk menjaga keindonesiaan. Seraya melantunkan lagu Indonesia
raya, bertukar pemikiran, menarik intisari rasa memiliki dan semangat
kebangsaan terpatri dalam jiwa anak bangsa.
Indonesia dengan ragam bahasa dan suku bangsa, mempunyai
semangat juang merebut, dan mempertahankan kemerdekaan. Yudilatif dalam
tulisannya, kebangsaan Indonesia adalah satu tubuh dengan banyak kaki. Setiap
kaki ini tidak ingin diringkus dan ditebas, melainkan tetap dipertahankan untuk
memperkokoh rumah kebangsaan Indonesia. Jangan pula antarkaki saling menendang
yang bisa menimbulkan keretakan dan akhirnya bisa membawa roboh bangunan
keindonesiaan.
Menjaga keindonesiaan bukan lagi ajang tawar-menawar,
menjelang perayaan hari kemerdekaan 17 Agustus 2019, banyak pekerjaan rumah
keindonesiaan yang perlu dibenahi, mulai dari kondisi sosial-ekonomi,
sosial-demokrasi dan sosial-politik. Karena ditahun berikutnya banyak agenda
kebangsaan yaitu perayaan hari besar kemerdekaan, kebangsaan dan sumpah pemuda
bukan tanpa makna, itu semua dilaksanakan sebagai refleksi kita dan mengenang
perjuangan gugurnya pahlawan. Teks sumpah pemuda bukan hanya narasi, ada
kandungan visI dan misi.
Sesama anak bangsa, merawat keindonesiaan sudah menjadi
kewajiban. Di balik riuhnya kepentingan-kepentingan pribadi, sisi lain dalam merawat
kepentingan kebangsaan perlu dikedepankan. Ratusan tahun, puluhan tahun
mengalami ketertindasan dalam masa penjajahan, anak bangsa sebagai anak panah
penerus peradaban mempunyai peran penting dalam membumikan persatuan.
Problematika demokrasi hanya masalah kursi. Narasi keindonesiaan diakui belum
sampai pada puncak ke-Bhinekaan. Bukan pesimis untuk sampai kesana, perlu
bangunan kokoh agar kesatuan dan keindonesiaan tertanam dalam jiwa anak bangsa.
Good
BalasHapusGood job
BalasHapus