Mengapa Filsafat Sosial Masih Penting?
Oleh: M. Taufiq Rahman
Filsafat sosial menempuh
kebalikan jalan observasi sosiologi. Sosiologi bermaksud untuk mencapai
pengetahuan yang selalu bertambah eksak tentang data positif. Filsafat sosial
itu adalah data ontologi dari segala sesuatu yang bersifat sosial, artinya inti
sari dari hidup sosial itu dikembalikan ke pokok ada manusia. Yang tercetus
dalam setiap dan segala data sosial yang konkrit, misalnya hubungan pokok
perorangan dengan hidup bersama. Dalam hal ini, aliran-aliran filsafat
bersimpangan. Pandangan-pandangan mengenai kepentingan umum, mengenai bentuk
pemerintahan, dasar hukum dan keadilan, bergantung pada tanggapan terhadap
hubungan perorangan dengan kehidupan bersama. Pandangan penting juga artinya
untuk penentuan norma-norma untuk mengatur segala konkrit hubungan antar
manusia.
Seperti masalah teologi,
kehidupan sosial pun selalu menunda pertanyaan: Adakah kita berada di jalur
yang benar? Maka jawaban pun selalu dicoba-terapkan, kadang dengan banyak
pertimbangan, kadang tidak. Seperti sebuah jawaban teologi pula, jawaban ide
sosial pun sering menegasikan yang lain: mengatakan orang lain sebagai salah,
bid’ah, kafir, tidak revolusioner, tidak demokratis, tidak nasionalis, tidak
sadar gender, dll. Pandangan-pandangan sosial inilah yang kemudian disebut
sebagai ideologi. Jika Marx berpendapat bahwa agama itu candu, maka dapatlah
kita katakan bahwa yang candu itu ideologi, termasuk Marxisme.
Tapi benarkah bahwa ideologi itu
telah berakhir? Setidaknya, itulah pandangan Francis Fukuyama (1989). Pandangan
yang berdalil pada runtuhnya komunisme di Eropa Timur dan berakhirnya perang
dingin itu menyatakan bahwa perjuangan ideologis telah berakhir dan konsensus
internasional baru pada nilai-nilai pemerintahan demokratis dan pembangunan
yang berorientasi pasar sedang menutup zaman kita.
Sayangnya untuk ramalan ini,
kejadian-kejadian dunia segera membuktikan bahwa, bagaimanapun ini dapat
menjadi tanda tertutupnya satu zaman, berakhirnya sejarah ini adalah
benar-benar menjadi permulaan sejarah yang lain, yang digerakkan oleh gairah
dan polaritasnya sendiri. Kejatuhan komunisme itu dibarengi dengan konflik
etnis, religius, nasional yang sedang merambah negara-negara bekas Blok Timur
dan negara-negara yang sedang membangun. Pembersihan etnis di Ruanda,
brutalisasi di Bosnia, pertentangan religius dan etnis di daerah Kaukasus,
perselisihan antar agama di India –konflik-konflik seperti ini merupakan hal yang
dapat mengingatkan sekaligus menyakitkan bahwa, bertentangan dengan
ramalan-ramalan yang optimistik, politik di dunia belum mencapai konsensus
dalam cara yang sama dan mengakhiri zaman modern.
Untuk ketidakusaian sejarah
itulah, filsafat sosial tetap penting.
Komentar
Posting Komentar